Sosiologi Pendidikan

Label:

Peranan Pendidikan Dalam Mewujudkan Mobilitas Sosial
Pendidikan dalam kaitannya dengan mobilitas sosial harus mampu untuk mengubah mainstrem peserta didik akan realitas sosialnya. Pendidikan yang tepat untuk mengubah paradigma ini adalah pendidikan kritis yang pernah digulirkan oleh Paulo Freire. Sebab, pendidikan kritis mengajarkan kita selalu memperhatikan kepada kelas-kelas yang terdapat di dalam masyakarakat dan berupaya memberi kesempatan yang sama bagi kelas-kelas sosial tersebut untuk memperoleh pendidikan. Disini fungsi pendidikan bukan lagi hanya sekedar usaha sadar yang berkelanjutan. Akan tetapi sudah merupakan sebuah alat untuk melakukan perubahan dalam masyarakat. Pendidikan harus bisa memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang realitas sosial, analisa sosial dan cara melakukan mobilitas sosial.
Orang bisa mendebat balik, dengan pendidikan seseorang bisa mengalami mobilitas sosial. Mereka tak harus terus menjadi petani dan orang miskin jika bisa mengenyam pendidikan. Itulah masalahnya. Di banyak negara berkembang lain mobilitas sosial tidak selalu dimungkinkan. Di India kasta adalah salah satu hambatan mobilitas sosial, selain banyak hambatan lain. Di negara seperti Indonesia, korupsi yang sudah mengakar hingga ke tingkat penerimaan pegawai bisa jadi alasan lain mengapa mobilitas social relative sulit terjadi. Cengkeraman kapitalisme nampaknya begitu kental dalam dunia pendidikan di Indonesia. Didorong oleh misi untuk meningkatkan akumulasi kapital sebesar-besarnya, lembaga pendidikan akan lebih banyak menerima pelajar-pelajar gedongan meski memiliki IQ pas-pasan.
Pelajar yang berprestasi tetapi miskin, tidak dapat sekolah atau melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Mobilitas sosial vertikal hanya akan menjadi milik orang kaya yang mampu sekolah tinggi, meskipun secara intelektual diragukan.
Berbarengan dengan meningkatnya gejala privatisasi pendidikan dan aspirasi atas pendidikan yang berkualitas memang juga terjadi peningkatan kecenderungan dalam masyarakat untuk mendirikan pendidikan yang mahal tetapi menjanjikan mutu. Buktinya sekolah/madrasah, baik swasta maupun negeri, Semakin meningkat jumlahnya dalam kurun hampir dua dasawarsa terakhir. Jelas, hanya terdapat segelintir kalangan masyarakat biasa disebut sebagai “kelas menengah” yang mampu membeli pendidikan yang mahal tersebut. Tetapi lembaga lembaga pendidikan yang mahal itu sudah telanjur eksis di mana-mana. dan tersebar dimana-mana dan kalangan publik yang ini suka sekalipun beranak anak mereka ke sana. Dan ini jelas dan perlu dihargai dan didukung.
Disinilah terletak dilema klasik.
Pendidikan merupakan akses yang sangat penting jika tidak satu satunya untuk mencapai mobilitas social, tetapi kaum miskin tidak dapat menjangkau akses tersebut, karena mahalnya biaya. Akhirnya terciptalah vicious circle (lingkaran setan), kemiskinan menciptakan keterbelakangan pendidikan, dan sosial ekonomi, dan keterbelakangan terakhir ini menghasilkan keterbelakangan pendidikan. Dalam konteks terakhir inilah kebutuhan pada filantrofi (kedermawanan) secara khusus untuk pendidikan terasa semakin dibutuhkan dan mendesak. Jika tidak, sekolah/madrasah yang berkualitas hanya bisa dimasuki anak anak dari keluarga kaya. Padahal, kita juga tahu, terdapat cukup banyak anak dari kalangan miskin yang cerdas, berbakat, rajin, mau bekerja keras dan  cukup menjanjikan. Memang tradisi filantropi untuk pendidikan bukanlah sesuatu hal baru di Indonesia. Kita tahu sangat banyak lembaga pendidikan, seperti madrasah/sekolah, pesantren, dan perguruan tinggi yang didirikan dan dikembangkan dengan dana filantropi. Agaknya, hampir bisa dipastikan, lembaga lembaga pendidikan yang dibangun dengan dana filantropi swasta dan masyarakat jauh lebih banyak, dibandingkan dana pemerintah. (Diunduh tanggal 8 Oktober 2011)

Analisis:
Pendidikan merupakan salah satu factor yang dapat mempengaruhi mobilitas social dan kedudukan seseorang dalam masyarakat. Pendidikan juga dipandang sebagai upaya untuk mencapai kedudukan yang lebih baik. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin besar harapan untuk mencapai tujuan itu. Pendidikan dianggap sebagai kesempatan untuk beralih dari golongan yang satu ke golongan lain yang lebih tinggi. Perpindahan ini disebut dengan mobilitas social vertikal, yakni individu memasuki lingkungan social yang berbeda dari sebelumnya. Tokoh-tokoh pendidikan banyak yang menaruh kepercayaan akan keampuhan pendidikan untuk memperbaiki nasib seseorang. Pendidikan membuka kemungkinan adanya mobilitas social. Pendidikan secara merata dapat memberi kesamaan dasar pendidikan dan mengurangi perbedaan antara golongan tinggi dan rendah. Kedudukan golongan rendah tidaklah statis, tetapi dapat terus bergerak maju apabila diberi pendidikan yang lebih baik dan banyak.
Pendidikan sudah mulai dipengaruhi oleh kapitalis, dimana suatu lembaga pendidikan mempunyai misi untuk mendapat keuntungan secara besar-besaran, oleh karena itu, yang dapt masuk ke dalam lembaga pendidikan tersebut hanya orang-orang yang kaya dan mungkin mempunyai tingkat kecerdasan yang kurang. Padahal, banyak peserta didik yang miskin, berprestasi, tetapi tidak dapat melanjutkan sekolah karena keterbatasan biaya. Pendidikan merupakan salah satu akses yang sangat penting untuk mencapai mobilitas social, tetapi kaum miskin tidak dapat menjangkau akses tersebut, karena mahalnya biaya pendidikan. Oleh karena itu, kemiskinan dapat menciptakan keterbelakangan pendidikan, dan sosial ekonomi. 

0 komentar:

Posting Komentar